Langsung ke konten utama

Muda dan Inspiratif


Semarang (26/11) –“Kenapa harus gengsi jadi petani ?” pertanyaan itu selalu muncul dalam benak Fery, seorang pemuda kelahiran 1997 silam.
            Fery, begitu orang-orang memanggilnya merupakan seorang mahasiswa semester akhir di salah satu universitas swasta di Semarang. Dia sangat tertarik dengan pertanian sejak memasuki dunia perkuliahan. Lahan yang semakin terbatas tidak menjadi halangan bagi pemuda berusia 22 tahun ini, karena dia mempunyai teknik baru dalam bertani yaitu menggunakan teknik vertikultur yaitu teknik bercocok tanam di lahan yang sempit dengan memanfaatkan bidang vertikal sebagai tempat bercocok tanam yang dilakukan secara bertingkat.
            Rendahnya minat pemuda yang enggan untuk terjun ke dunia pertanian ditengarai akibat adanya asumsi salah yang selama ini berkembang di masyarakat. “Petani dianggap kalah gengsi dibandingkan pegawai pemerintah, penghasilan yang tidak menjanjikan, profesi petani merupakan pekerjaan yang kasar serta butuh lahan yang sangat luas”, semua asumsi itu ditepis oleh pemuda asal Demak ini. Karena di era teknologi seperti saat ini, justru menjadi pekerjaan yang prospeknya sangat menjanjikan.
            Analisa pada hampir semua komoditi pertanian menunjukkan bahwa bertani merupakan jenis usaha yang paling menguntungkan dibandingkan dengan pekerjaaan pekerjaan lainnya. Begitu juga dengan luas lahan dan modal usaha, bukanlah hal yang menjadi ‘momok’, karena masih banyak usaha pertanian yang tidak membutuhkan modal besar dan lahan luas.
            Hal ini sudah dibuktikan oleh seorang pemuda asal Demak ini, hanya dengan menekuni usaha kangkung, bayam sawi yang ditanam secara vertikultur di area kos nya, dia bisa memenuhi kebutuhan  bulanan tanpa harus meminta uang saku dari orang tua. Memanfaatkan lahan kosong diare kos an untuk ditanami sayuran.
            Gengsi ? bukan zamannya lagi untuk mempertahankan gengsi, karena tuntutan kebutuhan terus membayangi kehidupan, sementara lapangan kerja formal, peluangnya semakin menyempit. Lalu kenapa pemuda tidak mau terjun  menjadi petani ? Bukalah mata kita, lihatlah petani muda yang telah sukses dengan  usaha mereka. Penampilan mereka tidak kalah keren dan trendy, kemana-mana mengendarai kendaraan mewah darihasil usahatani mereka. Lalu apakah kita masih akan tetap berpangku tangan, berharap suatu saat akan mendapatkan pekerjaan sesuai impian kita ? Kalau itu yang terjadi, makamimpi akan tetap mejadi mimpi, tidak akan pernah kesampaian.

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Prospek Usaha Agribisnis: Kopi Kekinian

Desa Sucen merupakan desa kecil yang terletak di Kecamatan Gemawang, Kabupaten Temanggung yang mempunyai segudang potensi pertanian, salah satunya adalah kopi. Di desa Sucen budidaya kopi dimulai dari tahun 1980-an. Pada saat itu, masyarakat masih kurang yakin akan dialihkannya lahan sawah yang menghasilkan padi menjadi perkebunan kopi, tetapi seiring bertambahnya waktu, budidaya kopi semakin berkembang bahkan hampir seluruh warga memiliki perkebunan kopi. Baru – baru ini, kopi menjadi minuman favorit kalangan anak muda, dimana di daerah tersebut merupakan daerah penghasil kopi yang cukup menjanjikan. Mayoritas masyarakat desa Sucen merupakan para petani kopi yang menghasilkan jenis kopi robusta dimana kopi di daerah ini memiliki karakteristik yang berbeda dari kopi – kopi lain. Komoditas kopi ini dijual dengan berbagai bentuk produk, yakni dalam bentuk mentah green bean atau dalam bentuk bubuk. Saat ini sudah mulai berkembang home industry yang mengolah kopi sendiri baik ber

Prospek Usaha Agribisnis: Pembibitan Mangrove

Usaha penjualan bibit mangrove ini didirikan pada tahun 2011 oleh Bapak Aris Priyono dan Arief Marsudi Harjo selaku Alumni KESEMAT (Kelompok Studi Mangrove). Latar belakang berdirinya usaha ini adalah adanya pengalaman pengelolaan ekosistem mangrove oleh KESEMAT selama puluhan tahun, sehingga KESEMAT berinisiatif untuk menjadikannya sebagai organisasi sekaligus peluang usaha dan kampanye mangrove ke jalur profesional. Organisasi usaha ini dimiliki oleh Arif Marsudi Harjo dan Aris Priyono sebagai komisaris, Rohmat Kuslarsono sebagai direktur, Garus Ryan Efendi sebagai sekretaris dan bendahara, serta Cahyadi yang berperan dalam pemasaran. Dalam pemasarannya, CV KEMANGI tidak memiliki cabang outlet selain pada alamat utama tersebut. Pendapatan usaha penjualan bibit mangrove adalah Rp 50.000.000 – Rp 80.000.000/bulan. Asal modal usaha yang digunakan adalah uang pribadi dari anggota KESEMAT sebesar Rp 10.000.000 sebagai modal awal CV KEMANGI. Bahan baku yang digunakan untuk produksi ada